Pendakian Agustus 2009, Gunung Lawu.

Baru bulan lalu saya dan teman-teman turun dari Merbabu, sepatu juga belum dibersihkan dari debu yang menebal, tenda masih ada pasirnya, trekking pole masih tetap bengkok :). Bulan ini saya lanjutkan Pendakian Gunung Lawu.

Perjalan ke Solo yang dimulai dari stasiun bis Rawamangun harus kami tempuh selama 17 jam, ini adalah waktu terlama saya melakukan perjalanan menggunakan bis, sumber kemacetan ada di jalur Cikampek, ada perbaikan jalan sehingga terjadi penumpukan kendaraan.

Sesampainya di Stasiun bis Tirtonadi Solo (jadi ingat tirtanadi di medan, perusahaan air minum), sudah menunggu dengan sabar teman perjalan dari Solo, Alex, dulu Alex pernah lama di Medan dan jadi koordinator HC Medan, ketemunya malah di Solo… hehehe.

pendakian gunung Lawu

pendakian gunung Lawu

Setelah makan siang, perjalanan pendakian gunung lawu ini dilanjutkan ke Cemoro Sewu, perjalanan ini ditempuh ke arah timur yaitu ke Tawangmangu. Kami menumpang bis Lancar Jaya, bis tujuan Tawangmangu ini tidak perlu lama-lama menunggu di terminal, karena ternyata diperjalanan sudah banyak penumpang yang menantinya, perjalanan dilanjutkan melalui jalanan lintas alternatif ke luar kota dan mulai menanjak, gunung Lawu sudah kelihatan dari sini, tapi tidak dari kota Solo.

Saya sudah pernah melalui tanjakan dengan kemiringan 50 s.d 60 derajat sebelumnya, namun tidak ketika menaiki angkutan umum. Cemoro sewu adalah kampung kecil di pinggir jalan alternatif menuju jawa timur, ditempuh sekitar 15 s.d 20 menit dari Tawangmangu. Daerah ini dingin, berangin dan berkabut. Para pendaki sudah kelihatan di sana-sini, mulai dari yang membawa perlengkapan seadanya hingga yang membawa ransel 80 liter, sebagian besar datang dengan menggunakan kendaraan pribadi, kemungkinan adalah pendaki yang berasal dari sekitaran gunung Lawu.


Jalur yang kami lalui pada pendakian gunung lawu ini langsung menanjak tanpa datar dan berbatu-batu. Setiap pos yang kami lewati menyediakan makanan dan minuman hangat, benar informasi bahwa di Lawu tidak perlu bawa logistik karena sudah ada yang menyediakan. Namun sebagai catatan, jika melewati jalur Cemoro Kandang jangan berharap hal yang sama karena tidak ada yang berjualan di jalur ini dan mungkin pedagang ini juga hanya ada pada 17 agustus, tahun baru Islam dan tahun baru Masehi.

Sekitar jam 12 malam kami tiba di Pos 4, di sini sudah ada beberapa pendaki yang menginap di warung dan beberapa pendaki lainnya memilih di luar dengan dihangatkan oleh api unggun, karena tidak ada tempat tersisa di dalam, maka saya memilih untuk mendirikan tenda di luar dengan harapan dapat lebih hangat daripada di warung yang pintunya terbuka lebar (sebenarnya tanpa pintu sih).

pendakian gunung Lawu

pendakian gunung Lawu

Matahari terbit sangat indah di sini, seingatku inilah pertama kali saya mengikuti prosesi matahari terbit di gunung mulai dari gelap hingga terang, sebelumnya saya tidak begitu perduli 🙂 mungkin karena sekarang sudah pegang camera yah ;p~

Tidak perlu waktu lama untuk sampai ke Sendang Derajat (yang airnya kering) dan ke Hargo Dalem, sekitar 30 s.d 45 menit. Sejujurnya saya tidak merasakan aura mistis atau apapun di gunung Lawu, sama saja seperti gunung biasa lainnya, beda dengan waktu di puncak Raung dulu yang secara pribadi saya merasa ada aura wibawanya 🙂

Setelah foto-foto dan istirahat di puncak Hargo Dumilah, kami melanjutkan perjalanan turun lewat jalur Cemoro Sewu, yang ternyata jalurnya sangat terjal antara pos 4 dengan pos 3, saya tidak tau apakah saya salah ambil jalur atau bagaimana, jalurnya benar-benar ekstrim! Selebihnya adalah jalur panjang landai dan menyusuri tepi jurang yang dalam, sambil sesekali bertemu dengan pendaki yang beraneka ragam, mulai dari anak kecil, pendaki abg, pendaki senior hingga orang tua yang mendaki tanpa ransel dan alas kaki… benar-benar aneh! Saya pernah melihat pendaki tua di Gede dan di Arjuno, tapi di gunung Lawu emang lain aja gaya pendaki tua nya 🙂

Seperti di Gede, kita bisa numpang menginap di rumah penduduk dengan membayar seikhlasnya, namun bedanya ternyata rasa makanan di Cemoro Kandang/Sewu cocok dengan lidah Sumatera, berbumbu dan sedikit pedas, padahal bukan masakan padang, jadi ya langsung enak! 🙂

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa bagi Umat Islam 😉

This entry was posted in my life, outdoor. Bookmark the permalink.

One Response to Pendakian Agustus 2009, Gunung Lawu.

  1. adit says:

    duh telat komen,tapi sekedar info,di jalur Cemoro kandang juga ada warung lho brader,yaitu di Shelter Taman sari Bawah,yang jualan namanya bu siti…hehehe..warungnya semi permanen nempel di pos.Lumayan,bisa dadakan bikin mie rebus,teh/kopi panas,pisang goreng atau tempe goreng..mantapp emang Lawu..:)
    Salam Lestari Brader!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *