Pendakian Gunung Sumbing, 27 s.d 28 Nopember 2009.

Nopember Adalah Bulan Yang Sibuk.

Ternyata saya telah salah mengenali gunung Sumbing selama ini, saya kira Sumbing adalah Sindoro dan sebaliknya. Pertama kali melihat gunung ini tentunya ketika saya melalui jalan lintas Jogja – Semarang menuju Magelang, Sumbing terlihat jelas di sebelah Kiri jalan,ร‚ย  begitu besar, kekar dan gersang, sepertinya gunung ini sudah tidak ada hutannya lagi, setidaknya itu yang terlintas dalam hati saya.

Baru seminggu berlalu dari pendakian saya ke Ciremai pertengahan Nopember 2009, kaki saya juga masih pegal sebenarnya dan kalau di pegang masih terasa sakit ;p. Hari itu adalah Selasa, saya mendapat informasi bahwa ada teman kami dari HighCamp akan melakukan pendakian Gunung Sumbing akhir bulan ini. Memang akhir pekan ini akan libur panjang, setiap orang tentunya akan mencari jalan masing-masing untuk menghabiskan waktu libur ini, pasti bagus kalo ikut mendaki bersama mereka.

pendakian gunung sumbing

Setelah menghubungi Irfan akhirnya saya akan mendaki Sumbing. Itu artinya saya akan mendaki 2 gunung 3000an meter dalam satu bulan dengan hanya senggang waktu kurang dari 2 minggu. Bagi saya ini sungguh tidak biasa mengingat saya bukanlah seorang yang aktif di dunia outdoor, saya hanyalah karyawan biasa yang setiap hari kerja duduk di kantor namun ingin mencoba kegiatan lain yaitu sebagai pendaki gunung di kala senggang ๐Ÿ™‚

Jangan Pernah Gunakan Bus Damri, Kecuali Mau ke Bandara.

Kami memilih menggunakan bus umum Damri dari Kemayoran dari Jakarta menuju Wonosobo, sayangnya ini pilihan yang tidak tepat karena selain berdesakan dan tidak nyaman, jalannya juga relatif lambat sehingga kami kesiangan sampai di Wonosobo, memang jalanan yang macet di jalur Pantai Utara dapat dijadikan alasan juga, namun tetap saja kami tidak puas menumpang bus Damri ini, padahal ongkosnya relatif lebih mahal dari bus lain dengan jurusan yang sama. Mungkin lebih baik menggunakan kereta api ke purwokerto atau menumpang bus dari Rawamangun.

Setelah sarapan sebentar di Wonosobo, kamipun tiba di Basecamp pendaking Gunung Sumbing dengan menumpang bus tanggung jurusan Magelang. Kami diturunkan di Desa Butuh 1 atau yang lebih dikenal dengan sebutan Garung, waktu tempuh sekitar 1 jam melalui jalanan lurus yang menanjak dari Wonosobo. Basecamp pendakian gunung Sumbing terletak sekitar 500 meter dari jalan utama yang membelah Sindoro – Sumbing, ada papan namanya sehingga tidak akan mudah terlewatkan. Basecamp pendakian Gunung Sumbing pagi itu masih sepi, kelihatannya baru kami bertiga yang akan melakukan pendakian, mungkin yang lain memilih melakukan pendakian pada malam hari, saat itu sekitar jam 11 siang, sengatan sinar matahari di Gunung Sumbing rasanya dapat segera membakar kulit saya. Pendakian kali ini ditemani oleh mas Sukir dari basecamp Sumbing yang bersedia membawa sebagian barang-barang kami tentunya dengan tarif tertentu ๐Ÿ˜‰

Pestan Pelit Tempat Datar.

Perjalanan ditempuh pada jalur menanjak secara konstan dengan kemiringan sekitar 30 derjat, semakin keluar desa dan mendekati perladangan penduduk jalur semakin menanjak. Tidak banyak jalan landai ataupun memutar di sini, juga relatif tidak ada sumber air sehingga harus membawa air dari bawah. Kami memilih jalur Baru yang kabarnya memiliki sumber air namun hanya menemukan sungai kecil yang airnya kotor sebelum pos 1. Setelah melewati perladangan penduduk dan melewati hutan Pinus, kami tiba di Pos 1 yang merupakan tempat datar berukuran 3×3 meter ditandai dengan adanya tempat berteduh kecil beratap seng yang sudah miring. Dari pos 1 ini kita dapat melihat perladangan penduduk dan gunung Sindoro di sebelah Utara, lama perjalanan dari Basecamp ke Pos 1 sekitar 2 jam.

Melewati pos 1 jalur semakin menanjak melalui jalur sempit berbatu yang dibatasi oleh pepohonan di sisi kiri dan kanan jalan, semakin lama terus menanjak melalui kawasan hutan pinus yang tidak begitu lebat hingga akhirnya menemukan pos 2 yang posisinya sedikit ke kanan dari jalur. Pos 2 ini tempatnya lebih luas mungkin dapat mendirikan 2 hingga 3 tenda dan memiliki tempat berteduh beratap seng yang masih tegak berdiri. Saya melihatร‚ย  dari pos 2 ini ada jalan kecil yang kabarnya menurun hingga ketemu sungai yang dapat dipergunakan sebagai sumber air bersih. Perjalanan dari Pos 1 hingga pos 2 ditempuh sekitar 1 jam karena jaraknya tidak begitu jauh.

Sesuai dengan peta perjalanan pendakian melalui jalur Baru, kelihatannya setelah pos 2 kami akan melanjutkan perjalanan dengan mendaki punggungan hingga sampai di pos 3 atau yang lebih dikenal dengan Pestan. Setelah berjalan sekitar 15 menit dari pos 2 kamipun tiba ditempat terbuka, yaitu dibawah punggungan Pestan, sepanjang jalur ini kami harus melakukan pendakian dengan kemiringan sekitar 40 s.d 50 derjat, saya dan teman-teman sempat melihat sekelebat sosok berwarna coklat yang bergerak cepat menghilang di salah satu penggungan lain di sebelah Kanan, ternyata adalah seekor Kijang, sayang sekali saya tidak bisa memotretnya mengingat sangat jarang bisa bertemu dengan hewan liar berkaki empat yang bebas berkeliaran di ketinggian gunung, saya pernah melihat seekor kera Hitam besar di atas pohon waktu mendaki di Sinabung awal 2008 lalu, kemudian mendengar jeritan aneh yang akhirnya kami anggap suara Babi Hutan yang lagi berusaha manakuti kami di Ciremai (awalnya saya berpikir itu suara macan/jaguar), namun tidak ada satupun yang berhasil saya potret :|. Memang ada monyet-monyet di sekitar Helipad gunung Merbabu, tapi itu kurang menantang ;p.

Saya pikir jarak tempuh jalur pos 2 – Pestan ini tidaklah jauh, mungkin hanya beberapa ratus meter tetapi karena menanjak jadinya memerlukan waktu sekitar 2 jam untuk mencapai Pestan. Hujan rintik yang telah menemani kami dari pos 2 tidak kunjung reda, akhirnya kami sepakat untuk mendirikan tenda di Pestan. Saya agak kesulitan menemukan tempat datar di sini, padahal tenda solo saya tidak memerlukan tempat yang lebar, namun memang sulit menemukan tempat yang benar-benar datar di Pestan, untungnya Irfan dan Ella berhasil menemukan tempat datar untuk tenda mereka sedikit agak ke atas, kelihatannya hanya di situร‚ย  tempat datar yang layak untuk mendirikan sekitar tenda 2 tenda saja. Posisi tenda kami pun terpisah agak jauh, mungkin sekitar 10 meter karena saya telah mendirikan tenda ketika Irfan menemukan tempat yang lebih layak sedikit ke atas, karena tenda saya tidak Free Standing, maka dari pada harus bongkar tenda jadinya saya memilih tidak pindah, posisi tenda saya juga sudah enak saat itu ๐Ÿ™‚

Malam Berangin di Gunung Sumbing, Hujan Rintik.

Pilihan untuk mendirikan tenda di Pestan adalah ide yang tepat, tidak berapa lama gelap pun tiba disertai dengan angin dan hujan. Seperti biasa saya menambah flysheet sebagai selimut bagi tenda solo saya, agar angin yang masuk ke dalam tenda sedikit berkurang mengingat lapisan dalam tenda yang dibuat seperti kasa nyamuk ๐Ÿ™‚ Malam yang cerah, namun angin kencang dan sedikit hujan rintik menghalangi saya untuk menikmati malam di luar tenda. Tiba-tiba ada sms yang masuk ke hp saya, ternyata Ella menawarkan makanan buat saya, sungguh baik sekali Ella ๐Ÿ˜‰ sayangnya saya sudah makan dan telah bersiap untuk tidur, unik juga rasanya smsan antar tenda di ketinggian gunung, tenda kami memang agak berjauhan dan kalau berteriak mungkin tidak terlalu terdengar karena tertelan suara angin dan hujan. Setelah berbalas sms dengan Ella akhirnya deru angin dan rintik hujan membawa saya ke alam mimpi.

Kami berharap cerah di pagi hari, namun cuaca sedikit berawan dan dari Pestan bukanlah tempat yang bagus untuk menyaksikan matarahari terbit di Sumbing. Sekitar jam setengah enam kami melanjutkan perjalanan ke puncak, perjalanan ini tanpa membawa barang-barang yang kami titip dengan mas Sukir. Pada perjalanan ke puncak ini saya bertemu Hary pendaki dari Jogja yang mendaki malam tadi dengan ransel kecil saja. Perjalanan ke puncak Sumbing dari Pestan menempuh waktu sekitar 3 jam yang melewati Pasar Watu di mana banyak terdapat batu-batu seukuran lemari berserakan di sekitar jalur, kemudian akan melalui Watu Kotak yaitu suatu tempat yang dibentuk oleh batu besar seukuran bangunan 2 lantai, di sekitarnya ada tempat datar bisa mendirikan 1 tenda. Perjalanan belum selesai karena dari Watu Kotak saja saya perkirakan membutuhkan waktu hingga satu setengah jam untuk sampai ke puncak Sumbing.

Sekitar jam setengah sembilan akhirnya saya tiba di puncak Sumbing (puncak Buntu), kawahnya tidak begitu besar dan tidak dalam juga. Para pendaki bisa menjelajahi hingga ke kawah dan mendirikan tenda di situ. Cuaca di puncak tidak banyak berubah, tetap saja berawan sehingga tidak banyak yang dapat disaksikan saat itu. Saya melihat ada beberapa tempat terpencar yang dapat dijadikan sebagai lokasi mendirikan tenda di dekat puncak, namun masing-masing hanya dapat menampung sekitar 1 tenda saja, tidak banyak tempat untuk mendirikan tenda di puncak Sumbing. Setelah foto-foto sebentar kamipun kembali turun ke Pestan, waktu tempuh dari puncak Buntu hingga ke Pestan sekitar 1,5 jam. Setelah packing dan beres-beres kami melanjutkan perjalanan turun yang ditempuh dalam waktu sekitar 3,5 jam, total waktu tempuh dari puncak hingga kembali ke Basecamp sekitar 5 jam.

Slamet, Sindoro, Sumbing.

Jawa Tengah masih memiliki beberapa gunung 3000an lainnya yang belum saya kunjungi, seperti Sindoro yang jelas terlihat dari Sumbing, serta Slamet sebagai tertinggi di kawasan ini. Setelah Merbabu dan Lawu pada tahun 2009 ini, saya harap tahun depan sudah dapat menyelesaikan 3000an Jawa Tengah ๐Ÿ˜€ Semoga saja.

This entry was posted in my life, outdoor. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *