“Bagaimana kalau mereka tidak berada si sana, Suheng?”
Kembali senyum itu. Senyum seorang yang begitu pasti akan segala sesuatu, senyum penuh pengertian, seperti senyum seorang tua yang melihat kenakalan anak-anak dan maklum pengapa anak itu nakal!
“Sumoi, apakah gunanya memikirkan hal-hal yang belum terjadi? Membayangkan hal-hal yang belum terjadi adalah permainan buruk dari pikiran, karena hal itu hanya akan menghasilkan kecemasan dan kekhawatiran belaka. Apa yang akan terjadi kelak kita hadapi sebagaimana mestinya kalau sudah terjadi di depan kita.”
Swat Hong tertarik sekali. “Apakah rasa cemas itu timbul dari pikiran yang membayangkan masa depan, Suheng?”
“Agaknya jelas demikian, bukan? Yang takut akan sakit tentulah dia yang belum terkena penyakit itu, kalau sudah sakit, dia tidak takut lagi kepada sakit, melainkan takut kepada kematian yang belum tiba. Perlukah hidup dicekam rasa takut dan rasa kekhawatiran? Pikiran yang bertanggung jawab atas timbulnya rasa takut. Pikiran mengingat-ingat kesenangan di masa lalu, dan mengharapkan terulangnya kesenangan itu di masa depan, maka timbullah kekhawatiran kalau-kalau kesenangan itu tidak akan terulang. Pikiran mengenang penderitaan masa lalu dan ingin menjauhinya, ingin agar di masa depan hal itu tidak terulang kembali maka timbulah kekhawatiran kalau-kalau dia tertimpa penderitaan itu lagi!”
“Habis bagaimana, Suheng?”
“Hiduplah saat ini, curahkan seluruh perhatian, seluruh hati dan pikiran, untuk menghadapi saat ini, apa yang terjadi kepadamu di saat ini, bukan apa yang boleh terjadi di masa depan, bukan pula mengenang apa yang telah terjadi di masa lalu.”
“Kalau begitu kita menjadi tidak acuh dan bersikap masa bodoh…..”
“Justru biasanya kita bersikap masa bodoh dan tidak acuh, tidak menaruh perhatian yang mendalam terhadap saat ini, karena seluruh perhatian kita sudah dihabiskan untuk mengingat-ingat masa lalu dan untuk membayang-bayangkan masa depan dengan seluruh pengharapannya, seluruh cita-citanya, seluruh nafsu keinginannya, seluruh kesenangan dan kekecewaannya. Justeru kalau bebas dari masa lalu tidak lagi ada bayangan masa depan dan kita hidup saat demi saat penuh perhatian, dan ini barulah di namakan hidup sepenuhnya, hidup sempurna dan lengkap karena kita menghayati hidup dengan penuh kewajaran, tidak terbuai dalam alam kenangan dan harapan yang muluk-muluk namun sesungguhnya kosong belaka.”
Sampai lama hening di situ. Pengertian yang mendalam meresap di hati sanubari Swat Hong dan di dalam keheningan itu tercakup seluruh alam mayapada.
—
Percakapan antara kwa sin liong dan han swat hong, bu kek sian su, khopinghoo.